9 Januari 2014.
Disebelah kami guide lokal selalu menebar senyum kepada setiap orang yang melintas, sesekali dengan gaya sok akrabnya dia berhasil menghentikan langkah wisatawan untuk ber basa-basi. Biasanya akan berakhir pada tawaran paket atau jasa transportasi untuk melihat eksotisme Bali.
Sementara kami (saya dan Erwin Sitorus) sedang asyik berwacana tentang fotografi Bali dan printilannya. Sebotol minuman mineral menemani obrolan yang ternyata cukup menarik, mulai dari street photography, Sidewalkers.asia hingga Bali Spirit Festival. Ditengah obrolan, saat berusaha menikmati suasana hampir sunset itu, aku melihat laki-laki agak gemuk dengan rambut tipis yang berjalan mengenakan jubah oranye sambil membawa mangkok kecil berwarna keemasan.
Fuji X100 yang saat itu berada di meja bundar langsung kuambil dan setting seadanya dalam waktu kurang dari 2 detik, dan Snap! Foto pertama Bante sudah terekam dalam otak digital SDHC.
Dia perlahan menghampiri dan menyodorkan cawan yang berisi uang pecahan Rp 100 ribu, 10 ribu hingga recehan. Kami “ngeh” dengan bahasa tubuhnya hingga memberinya uang Rp 10 ribu dan recehan. “Untuk bekal jalan lahh” maksudku dalam hati…
Bante itu kemudian menuju sekelompok orang yang juga duduk di minimarket dan memberikan gestur yang sama. Beberapa memberinya uang dan saat itu juga aku berusaha mengambil fotonya lagi. Laki-laki ini memiringkan badannya lalu berjalan ke arahku…
Bahasanya tidak kumengerti, sepertinya dia pun nggak ngerti bahasa Inggris dan menggunakan bahasa tubuh.
Jadi begini bahasa tubuhnya:
“Menunjuk ke uang Rp 100 ribu – menunjuk ke mukaku – membuat gestur orang memotret – lalu wajah dan tangannya kembali menunjuk uang Rp 100 ribu di cawannya”
Aku bengong…
Apa maksudnya one picture one hundred thousand rupiahs?
“Bante ini beneran nggak sih? kok matre?” kataku dalam hati.